Kala itu ditengah pertemuan para ulama yang diadakan Habib Umar di Tarim tiap tahunnya, Habib Ali al-Jufri bercerita :
.
.
“ saya pernah berada di kota Aden, ketika itu saya berada dalam satu majelis dengan mantan pemimpin dzalim yang dulu melakukan banyak kemungkaran dengan menculik dan membunuh banyak ulama di Hadhramaut.. Dia juga merupakan salah satu tersangka yang mempunyai andil besar dalam penculikan guru mulia kami asy-Syahid Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz, ayahanda Habib Umar.
.
.
Takdir telah membawa saya untuk bertemu dengannya. Dan dengan sekedar menatapnya (setelah saya diberitahu siapa dia) seketika itu timbul perasaan tidak nyaman yang luar biasa.
.
.
Bahkan saya sulit berbicara dengannya, meskipun untuk mendakwahinya. Saya tahu sikap saya ini keliru dan salah, karena sebesar apapun rasa cinta saya kepada sosok yang saya cintai, tuntutan dakwah tetap mengharuskan saya untuk berbicara dengannya.
.
.
Tapi tiba-tiba saja orang itu menghampiri saya dan duduk di samping saya. Dia berkata :
.
.
“ saya ingin bertaubat. Apa yang harus saya lakukan?”
.
.
Ketika itu saya memaksakan diri agar bisa menjawab pertanyaannya dengan baik. Dan saya berusaha tersenyum agar ia tidak pergi menjauh dari kebenaran.
.
.
setelah keluar dari majelis saya tetap merasa tidak nyaman, maka saya menelepon Habib Umar :
.
.
" Habib.. Si Fulan .. "
.
.
beliau bertanya : " kenapa ? " ada apa dengannya ? "
.
.
Saya katakan keinginan orang itu untuk bertobat dan meminta maaf, tapi saya tak mampu menuntunnya dengan baik karena saya tau betul akan masa lalunya.
.
.
“ saya pernah berada di kota Aden, ketika itu saya berada dalam satu majelis dengan mantan pemimpin dzalim yang dulu melakukan banyak kemungkaran dengan menculik dan membunuh banyak ulama di Hadhramaut.. Dia juga merupakan salah satu tersangka yang mempunyai andil besar dalam penculikan guru mulia kami asy-Syahid Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz, ayahanda Habib Umar.
.
.
Takdir telah membawa saya untuk bertemu dengannya. Dan dengan sekedar menatapnya (setelah saya diberitahu siapa dia) seketika itu timbul perasaan tidak nyaman yang luar biasa.
.
.
Bahkan saya sulit berbicara dengannya, meskipun untuk mendakwahinya. Saya tahu sikap saya ini keliru dan salah, karena sebesar apapun rasa cinta saya kepada sosok yang saya cintai, tuntutan dakwah tetap mengharuskan saya untuk berbicara dengannya.
.
.
Tapi tiba-tiba saja orang itu menghampiri saya dan duduk di samping saya. Dia berkata :
.
.
“ saya ingin bertaubat. Apa yang harus saya lakukan?”
.
.
Ketika itu saya memaksakan diri agar bisa menjawab pertanyaannya dengan baik. Dan saya berusaha tersenyum agar ia tidak pergi menjauh dari kebenaran.
.
.
setelah keluar dari majelis saya tetap merasa tidak nyaman, maka saya menelepon Habib Umar :
.
.
" Habib.. Si Fulan .. "
.
.
beliau bertanya : " kenapa ? " ada apa dengannya ? "
.
.
Saya katakan keinginan orang itu untuk bertobat dan meminta maaf, tapi saya tak mampu menuntunnya dengan baik karena saya tau betul akan masa lalunya.
Comments
Post a Comment